Jumat, 18 September 2009

PERUMUSAN TEORI AKUNTANSI

PENDEKATAN REGULATORIS UNTUK PERUMUSAN TEORI AKUNTANSI

HAKIKAT STANDAR AKUNTANSI

Standar akuntansi biasanya terdiri dari tiga bagian :

  1. Deskripsi masalah yang harus dipecahkan
  2. Diskusi dengan pertimbangan yang sehat atau cara-cara untuk menyelesaikan masalah
  3. Selanjutnya sejalan dengan keputusan atau teori yang ada, solusi yang disarankan

Secara umum standar, terutama standar audit, dibatasi hanya untuk butir nomor 3, yang telah menimbulkan banyak kontroversi dengan tidak adanya teori-teori yang mendukung dan digunakannya pendekatan perumusan ad hoc.

Akan tetapi, tren umum yang terjadi adalah memasukkan butir nomor 1 dan 2, sehingga memberikan suatu aturan tindakan yang ringkas dan didukung secara teoritis.

TUJUAN PENETAPAN STANDAR

Ada dua pendekatan yang dapat dilakukan :

  1. Pendekatan ketepatan penyajian

Pendekatan pertama mendukung pelaporan secara netral dan pencarian ketepatan penyajian melalui proses penetapan standar

  1. Pendekatan konsekuensi ekonomi

Pendekatan kedua mendukung pengadopsian standar yang akan memberikan konsekuensi ekonomi yang baik daripada konsekuensi ekonomi yang buruk

3. Pendekatan Kritikal-interpretatif

Pendekatan terakhir ini berpendapat bahwa pelaporan keuangan hendaknya digunakan sebagai suatu instrumen perubahan sosial dan bahkan suatu perubahan sosial yang radikal

Perbedaan antara ketiga pendekatan tadi, pendekatan ketepatan penyajian, pendekatan konsekuensi ekonomi dan pendekatan kritikal-interpretatif timbul dari komitmen-komitmen normatif terhadap sasaran pelaporan keuangan yang saling bertentangan.

AMERICAN INSTITUTE OF CERTIFIED PUBLIC ACCOUNTANTS (AICPA)

American Institute Of Certified Public Accountants (AICPA) adalah organisasi pengoordinir profesional bagi para praktisi Certified Public Accountants di Amerika Serikat. Dua komite teknis seniornya yang penting – Accounting Standards Executive Committee (AcSEC) dan Auditing Standards Executive Committee (AudSEC)-diberi wewenang untuk berbicara atas nama AICPA, masing-masing dibidang keuangan dan akuntansi biaya dan audit.

Komite-komite ini menerbitkan Statements of Position-SOP (Pernyataan Posisi) yang berhubangan dengan masalah-masalah akuntansi. SOP ini menjelaskan dan menguraikan secara panjang lebar masalah-masalah akuntansi controversial dan hendaknya diikuti sebagai pedoman jika mereka tidak bertentangan dengan pernyataan-FASB statement yang sudah ada.

Pada tahun 1937, Committee on Accounting Procedures-CPA (komite prosedur akuntansi) dari AICPA telah bekerja keras untuk “mempersempit perbedaan-perbedaan yang telah terjadi dalam pelaporan perusahaan dengan menghapuskan praktik-prakti yang tidak diinginkan.

CPA mengadopsi suatu pendekatan Ad hoc dan pragmatis bagi masalah-masalah yang controversial. Lebih dari dua puluh tahun, Sejas tahun 1958 CPA telah menerbitkan 51 Accounting Research Bulletin) (ARB) yang menyarankan perlakuan-perlakuan akuntansi untuk berbagai persoalan dan transaksi.

Pada tahun 1959, AICPA membentuk statu badan baru, Accounting Principles Board (APB) (Badan Prinsip Akuntansi) yang bertujuan “untuk memajukan penyajian tertulis dari hal-hal yang membentuk prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.

Antara tahun 1959 dan 1973, APB menerbitkan opini-opini yang dimaksudkan untuk digunakan sebagai pedoman bagi praktik-praktik akuntansi kecuali yang telah diatur sebelumnya pernyataan – FASB Statement

AMERICAN ACCOUNTING ASSOCIATION (AAA)

American Accounting Association (AAA) adalah Orginasasi para akademis akuntansi dan setiap individu yang tertarik dalam peningkatan praktik dan teori akuntansi. Jurnal kuartalannya, Accounting Review dipergunakan sebagai media untuk saling bertukar pikiran dan hasil-hasil para periset di bidang akuntansi.

AAA juga bertindak sebagai forum di mana para akademisi mengekspresikan pandangan-pandangan mereka akan berbagai topik dan permasalahan akuntansi, baik secara individu ataupun melalui komite yang ditunjuk khusus oleh organisasi.

FINANCIAL ACCOUNTING STANDARDS BOARD (FASB)

Financial Accounting Standards Board – FASB (Badan Standar Akuntansi Keuangan) menggantikan APB di tahun 1973 sebagai badan yang bertanggung jawab untuk membuat standar akuntansi.

Dihapuskannya APB adalah karena faktor-faktor utama berikut ini :

  1. terus berlangsungnya alternatif-alternatif perlakuan akuntansi yang memungkinkan perusahan-perusahaan untuk menunjukkan tingkat laba per saham yang lebih tinggi, khususnya sebagai akibat dari penggabungan perusahaan dan akuisisi
  2. kurangnya perlakuan akuntansi yang memadai untuk masalah-masalah akuntansi baru seperti kredit pajak investasi, akuntansi untuk industri waralaba, bisnis pengembangan tanah dan sewa guna usaha jangka panjang
  3. sejumlah kasus kecurangan (fraud) dan tuntutan hukum yang melibatkan metode-metode akuntansi yang tidak mampu mengungkapkan informasi-informasi yang relevan di kebanyakan kasus
  4. kegagalan APB dalam mengembangakan suatu kerangka konseptual

FASB adalah Badan independen yang berwenang dan ditugaskan untuk menetapkan dan meningkatkan standar pelaporan dan akuntansi keuangan yaitu standar-standar yang berhubungan dengan pencatatan informasi yang bermakna mengenai peristiwa-peristiwa dan transaksi-transaksi ekonomi dalam cara yang berguna dalam laporan keuangan.

PARA PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN

Pengguna langsung meliputi :

- Pemilik perusahaan dan para pemegang saham

- Kreditor dan pemasok

- Manajemen perusahaan

- Otoritas perpajakan

- Pekerja dalam suatu organisasi

- Para pelanggan

Pengguna tidak langsung meliputi :

- Analisis dan penasihat keuangan

- Bursa saham

- Pengacara

- Pihak-pihak yang berwenang dalam pengaturan dan pendaftaran

- Pers keuangan dan agen-agen pelaporan

- Asosiasi perdagangan

- Serikat pekerja

- Pesaing (kompetitor)


TEORI TENTANG REGULASI

Terdapat dua kategori utama dalam suatu regulasi industri tertentu :

Teori-teori kepentingan publik

Kelompok yang berkepentingan atau teori-teori tangkapan

Teori-teori kepentingan publik (public interest theories) dari regulasi berpendapat bahwa regulasi diberikan sebagai jawaban atas permitaan publik akan perbaikan dari harga-harga pasar yang tidak efisien atau tidak adil. Teori-teori tersebut dibuat terutama untuk memberikan perlindungan dan kebaikan bagi masyarakat umum.

Kelompok yang berkepentingan atau teori-teori tangkapan (interest – group or capture theories) dari regulasi berpendapat bahwa regulasi diberikan sebagai jawaban atas permintaan dari kelempok dengan kepentinga khusus, dengan tujuan untuk memaksimalkan laba dari para anggotanya.

Versi utama dari teori ini adalah :

1. Teori regulasi elit yang menguasai politik

2. Teori regulasi ekonomi


Teori regulasi kaum elit yang menguasai politik berhubungan dengan penggunaan kekuatan politik untuk memperoleh kendali regulatoris sedangkan teori regulasi ekonomi berhubungan dengan ekonomi.

budaya Thionghoa

Tionghoa-Indonesia

Ilustrasi pedagang Tionghoa di Banten

Jumlah populasi 1.739.000 (sensus 2000) dan ± 4-5 juta (perkiraan)

Kawasan dengan jumlah penduduk yang signifikan

Jawa, Kalimantan Barat, Sumatra, Bangka-Belitung dan Sulawesi Selatan.

Bahasa

Hokkien, Hakka, Tiochiu, Mandarin, Jawa, Indonesia dan bahasa-bahasa daerah lainnya.

Agama

Sebagian besar Buddha, Kong Hu Cu dan Kristen. Minoritas kecil ada yang beragama Islam.

Kelompok etnis terdekat

Mayoritas suku Han dan minoritas suku Hui di Cina.

Sukubangsa Tionghoa di Indonesia adalah salah satu etnis penting di Indonesia. Biasanya mereka menyebut dirinya dengan istilah Tenglang (Hokkien), Tengnang (Tiochiu), atau Thongnyin (Hakka). Sedangkan dalam dialek Mandarin disebut Tangren (Hanzi: , bahasa Indonesia: Orang Tang). Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa orang Tionghoa Indonesia mayoritas berasal dari Cina Selatan yang menyebut diri mereka sebagai orang Tang, sedangkan Cina Utara menyebut diri mereka sebagai orang Han (Hanzi: hanyu pinyin: hanren, bahasa Indonesia: Orang Han).

Leluhur orang Tionghoa Indonesia telah berimigrasi secara periodik dan bergelombang sejak ribuan tahun yang lalu. Mereka memegang penting dalam sejarah Indonesia, bahkan sebelum Republik Indonesia dideklarasikan dan terbentuk. Catatan-catatan literatur Cina menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuna di Nusantara telah berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di Cina. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari Cina ke Nusantara dan sebaliknya.

Setelah negara Indonesia merdeka, orang Tionghoa yang berkewarganegaraan Indonesia digolongkan sebagai salah satu suku dalam lingkup nasional Indonesia, sesuai Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.

Asal kata

Tionghoa atau tionghwa, adalah istilah yang dibuat sendiri oleh orang keturunan Cina di Indonesia, yang berasal dari kata zhonghua dalam Bahasa Mandarin. Zhonghua dalam dialek Hokkian dilafalkan sebagai Tionghoa.

Wacana Cung Hwa setidaknya sudah dimulai sejak tahun 1880, yaitu adanya keinginan dari orang-orang di Cina untuk terbebas dari kekuasaan dinasti kerajaan dan membentuk suatu negara yang lebih demokratis dan kuat. Wacana ini sampai terdengar oleh orang asal Cina yang bermukim di Hindia Belanda yang ketika itu dinamakan Orang Cina. Panggilan "Cina" ini, diduga berasal dari kosa kata "Ching (Qing)", yaitu nama dari Dinasti Ching yang kala itu berkuasa.

Sekelompok orang asal Cina yang anak-anaknya lahir di Hindia Belanda, merasa perlu mempelajari kebudayaan dan bahasanya. Pada tahun 1900, mereka mendirikan sekolah di Hindia Belanda, di bawah naungan suatu badan yang dinamakan "Tjung Hwa Hwei Kwan", yang bila lafalnya diindonesiakan menjadi Tiong Hoa Hwe Kwan (THHK). THHK dalam perjalanannya bukan saja memberikan pendidikan bahasa dan kebudayaan Cina, tapi juga menumbuhkan rasa persatuan orang-orang Tionghoa di Hindia Belanda, seiring dengan perubahan istilah "Cina" menjadi "Tionghoa" di Hindia Belanda.

Kronologi sejarah

Bangsa Cina telah ribuan tahun mengunjungi kepulauan Nusantara. Salah satu catatan-catatan tertua ditulis oleh para agamawan Fa Hsien pada abad ke-4 dan terutama I Ching pada abad ke-7. I Ching ingin datang ke India untuk mempelajari agama Buddha dan singgah dulu di Nusantara untuk belajar bahasa Sansekerta dahulu. Di Jawa ia berguru pada seseorang bernama Jñânabhadra.

Kemudian dengan berkembangnya negara-negara kerajaan di tanah Jawa mulai abad ke-8, para imigran Cinapun mulai berdatangan. Pada prasasti-prasasti dari Jawa orang Cina disebut-sebut sebagai warga asing yang menetap di samping nama-nama sukubangsa dari Nusantara, daratan Asia Tenggara dan anakbenua India. Dalam prasasti-prasasti ini orang-orang Tionghoa disebut sebagai Cina dan seringkali jika disebut dihubungkan dengan sebuah jabatan bernama Juru Cina atau kepala orang-orang Tionghoa.

Jumlah populasi Tionghoa di Indonesia

Berdasarkan Volkstelling (sensus) di masa Hindia Belanda, populasi Tionghoa-Indonesia mencapai 1.233.000 (2,03%) dari penduduk Indonesia di tahun 1930.[4] Tidak ada data resmi mengenai jumlah populasi Tionghoa di Indonesia dikeluarkan pemerintah sejak Indonesia merdeka. Namun ahli antropologi Amerika, G.W. Skinner, dalam risetnya pernah memperkirakan populasi masyarakat Tionghoa di Indonesia mencapai 2.505.000 (2,5%) pada tahun 1961.

Dalam sensus penduduk pada tahun 2000, ketika responden sensus ditanyakan mengenai asal suku mereka, hanya 1% dari jumlah keseluruhan populasi Indonesia mengaku sebagai Tionghoa. Perkiraan kasar yang dipercaya mengenai jumlah suku Tionghoa-Indonesia saat ini ialah berada di antara kisaran 4% - 5% dari seluruh jumlah populasi Indonesia.


Peran sosial budaya Tionghoa

Didirikannya sekolah-sekolah Tionghoa oleh organisasi Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) sejak 1900, mendorong berkembangnya pers dan sastra Melayu Tionghoa. Maka dalam waktu 70 tahun telah dihasilkan sekitar 3000 buku, suatu prestasi yang luar biasa bila dibandingkan dengan sastra yang dihasilkan oleh angkatan pujangga baru, angkatan 45, 66 dan pasca 66 yang tidak seproduktif itu. Dengan demikian komunitas ini telah berjasa dalam membentuk satu awal perkembangan bahasa Indonesia.

Di Medan dikenal kedermawanan Tjong A Fie, rasa hormatnya terhadap Sultan Deli Makmun Al Rasyid diwujudkannya pengusaha Tionghoa ini dengan menyumbang sepertiga dari pembangunan Mesjid Raya Medan.

Saat ini di Taman Mini Indonesia Indah sedang dibangun taman budaya Tionghoa Indonesia yang diprakarsai oleh PSMTI. Pembangunan taman ini direncanakan akan selesai sebelum tahun 2012 dengan biaya lebih kurang 50 milyar rupiah.

Kesenian

Memakan Kue Bulan

Pada jaman Dinasti Yuan, rakyat Han pada saat itu menentang pemerintahan Mongol dari Dinasti Yuan, dan para pemberontak, dipimpin oleh Shu Yuan Zhang, merencanakan untuk mengambil alih pemerintahan. Shu bingung memikirkan bagaimana cara menyatukan rakyat untuk memberontak pada hari yang sama tanpa diketahui oleh pemerintah Mongol.

Salah seorang penasehat terpercayanya akhirnya menemukan sebuah ide. Sebuah berita disebarkan bahwa akan ada bencana besar yang akan menimpa negeri Tiongkok dan hanya dengan memakan kue bulan yang dibagikan oleh para pemberontak dapat mencegah bencana tersebut. Kue bulan tersebut hanya dibagikan kepada rakyat Han, yang akan menemukan pesan “Revolusi pada tanggal lima belas bulan delapan” pada saat membukanya.

Karena pemberitahuan itu, rakyat bersama-sama melakukan aksi pada tanggal yang ditentukan untuk menggulingkan Dinasti Yuan. Dan sejak saat itu kue bulan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Perayaan Pertengahan Musim Gugur.

Cheongsam

Cheongsam adalah pakaian wanita dengan corak bangsa Tionghoa dan menikmati kesuksesan dalam dunia busana internasional.

Nama “Cheongsam” berarti “pakaian panjang”, diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dari dialek Propinsi Guangdong (Canton) di Tiongkok. Pada daerah lain, termasuk Beijing, dikenal dengan nama “Qipao”, yang terdapat asal usul dibelakangnya.

Pada awal bangsa Manchu (Dinasti Qing) menguasai Tiongkok, mereka mengorganisasi rakyat, terutama bangsa Manchu, ke dalam “panji” (qi) dan disebut “rakyat panji” (qiren), yang lalu menjadi sebutan bagi seluruh bangsa Manchu. Wanita bangsa Manchu mengenakan pakaian yang lalu dinamakan “qipao” atau “pakaian panji”. Revolusi tahun A.D. 1911 menggulingkan kekuasaan bangsa Manchu, namun kebiasaan pakaian wanita bangsa Manchu tetap bertahan, kemudian dikembangkan dan menjadi pakaian tradisional wanita bangsa Cina.

Mudah dikenakan dan nyaman, bentuk pakaian Cheongsam cocok dengan bentuk tubuh wanita bangsa Tionghoa. Leher tinggi, lengkung leher baju tertutup, dan lengan baju bisa pendek, sedang atau panjang, tergantung musim dan selera. Memiliki kancing di sisi kanan, bagian dada longgar, selayak di pinggang, dan dibelah dari sisi, yang kesemuanya semakin menonjolkan kecantikan dari wanita yang mengenakannya.

Cheongsam tidak terlalu sudah dibuat. Tidak pula memiliki banyak perlengkapan, seperti sabuk, atau selendang.

Kecantikan lain dari Cheongsam adalah dapat dibuat dari berbagai macam bahan dan memiliki keragaman panjang, dapat digunakan secara santai atau resmi. Juga menampilkan kesederhanaan dan keanggunan, kemewahan dan kerapian. Tidak mengherankan banyak disukai oleh wanita, tidak hanya di Tiongkok namun juga di negara-negara lain di dunia.